Katak Di Luar Tempurung

Di suatu negeri antah barantah, hiduplah seekor katak. Malangnya, sang katak sudah delapan tahun terkurung dalam suatu tempurung, sehingga yang ada di batok kepalanya adalah, tempurung itulah tempurung yang terbaik dan yang terindah. Heuu…kasihan sekali si katak itu yaah, delapan tahun berada di tempurung itu saja. Terkungkung. Katak dalam tempurung yang malang yaah. Hihi. Padahal, ada banyak loh, tempurung-tempurung lain, di sekitarnya! Sebenarnya sih, katak itu tau, kalau ada tempurung-tempurung lain di sekitarnya. Tapi, entah mengapa, ia masih saja terpaku pada tempurung itu. Barang kali ia telah tersepona (atau terbutakan?) oleh temprung itu saja. hihi. Entahlah. Kalau ditanya pun kepada sang katak, ia hanya mampu menjawab, “entahlaah…. Aku tak tahu mengapa begini. Aku pun sebenarnya tidak ingin berada di tempurung itu. Tapi…entahlah! Entahlah…”

Hingga suatu hari, terjadilah sebuah peristiwa besar pada sang katak, yang ‘memaksanya’ untuk keluar dari temprung itu. Sang katak, tergugu. Tergagap. Gamang! Pada mulanya! Lalu, teringatlah ia pada seorang eeh…seekor katak lain, sahabatnya, yang dulu juga bernasib sama. Sama-sama terkurung dalam sebuah tempurung. Tapi, kini sahabatnya itu telah terbebas dari tempurung yang mengungkungnya. Lalu, di saat sang katak itu terpuruk (heuu…dalam tempurung, bagemana pulak bisa terpuruk yaah? Ada-ada sajaa…..),ia segera menelpon sahabatnya itu yang kini sudah terpisah. Kalau dulu siiih mereka pernah berada pada satu kampus per-katak-an yang sama. (hahay, makin ngaco ceritanya! Masa’ pulak ada katak punya henpon! Canggih beneer! Dan, aya-aya wae, ada pula katak yang punya kampus segalaa! Hihi! Maafkanlah….kalau cerita ini makin ngaur saja).

“Assalaamu’alaykum, Kataaaaaaak… Sudah lama kita tak jumpa. Apa kabarmu, Katak? Aku sungguh merindumu!” begitulah prolog perbincangan mereka.
“Waaah, kataaaak, aku baik-baik saja. iya, aku pun kangen padamu, Tak. Adakah kau sehat-sehat saja?”
“Hooo, aku sih alhamdulillaah sehat-sehat saja Katak!!”
“hehe, ada apa gerangan, tumben kau menelponku, Tak?” (heuu….karena biasanya katak itu senengnya ditelpon, bukan menelpon..wkwkwkwkwk…..)
“Huuhu, aku mau curhaaat Kataaaak.”
“Oh ya? Kenapakah? Apa yang bisa kubantu untukmu wahai sayangku, sahabatku?”
“Aku hanya ingin bertanya. Dahulu, bagaimana kau bisa berlepas diri dari tempurung itu? Aku membutuhkan nasihatmu, sahabatku…”
“Wah…wah….itu rupanya! Hee… Kau pun sebenarnya pernah menyaksikanku di episode yang malang itu kan, Tak?”
“Iya…iya..aku ingat! Aku pun menjadi orang yang menyemangatimu kala itu. Tapi, ketika aku ditimpa masalah yang sama, ternyata aku tidak cukup kuat menasihati diriku sendiri. Kini giliranmulah yang menasihatiku, sahabatkuuu…”
“Satu hal saja sayang, bahwa, kini aku merasa bersyukur bahwa aku pernah terkurung dalam tempurung itu.”
“He? Kenapa begitu, Katakku sayang?”
“Karena, dengannya aku mengetahui kebodohanku, berlama-lama terkurung dalam tempurung itu.”
Si katak tercenung! Hei, iya yah?! Betapa bodohnya! Delapan tahun terkungkung pada tempurung yang sama! Suatu hal yang bodoh! Tapi, sayang saja, karena tempurungnya mengungkung, tak sempat melihat-lihat! Iya, bener, semestinya bersyukur pernah merasakan terkurung dalam tempurung itu. Banyak sekali hikmahnya.
“Tak, kau masih di sana kan? Kenape diem euy?” terdengar suara dari seberang.
“oh…eh..hihi..iya, aku sedang meresapi kata-katamu, sahabatku.”
“Sahabatku sayang, hari ini…aku seperti ingin menertawakan diriku sendiri. Menertawakan kebodohanku di masa itu. Tapi, cukuplah ia menjadi pelajaran yang amat sangat berharga bagiku, Tak. Buanyaaaaaaaaak sekali hikmahnya. Dengannya aku bisa memperbaiki diriku. Dan, aku benar-benar bersyukur pada Allah yang telah memberikan ujian ini padaku. Kelak, kau pun akan merasakan, bahwa itu benar-benar suatu kebodohan. Tapi, memang, pada akhirnya, alhamdulillaah aku bisa belajar dari sini. Tahu gak, Tak? Betapapun inginnya aku dulu tetap berada dalam tempurung itu, karena aku tak dapat menyingkap keburukan-keburukan jika aku tetap bersamanya. Kini, aku bisa lebih membuka mata dan hati, bahwa tempurung itu tidak sesempurna yang kubayangkan! Barang kali, jika aku bersamanya, mungkin di tengah jalan aku menemukan sesuatu yang tak sesuai dengan apa yang kupikirkan selama ini tentang tempurung itu. Allah lebih tau mana yang terbaik, Tak. Aku benar-benar menyukuri itu.”
“Hmm…iya sahabatku.” Si katak bergumam. Meresapi kalimat-kalimat yang disampaikan sahabatnya. Membenarkannya! Ah, benarlah….benarlah!
“Katak sahabatku yang kusayangi, keluarlah dari tempurung itu. Dan lihatlah, betapa semesta ini begitu luas! Kau bisa melihat begitu banyak bintang-bintang gemerlap. Terangnya rembulan. Dan, kau PASTI BISA BERKARYA LEBIH BAIK! Pandangilah dengan mata hatimu, sahabatku!” Sahabat katak itu terus men-support. “Sahabatku, aku yakin kau bisa! Kau pasti bisa! Insya ALLAH, BISAAAA! Kau bisa berkarya, kau bisa belajar dari sini! Karena Allah tak kasi ujian pada hamba-Nya, di luar batas kesanggupannya. Aku yakin kau pasti bisa melewati ujian ini. Ada banyak katak-katak lain yang juga ditempa ujian yang sama. Pilihannya hanya dua. Kau ingin lulus, atau kau ingin gagal. Aku yakin, insya Allah kau pasti lulus, sahabatku! Jika kau lulus, maka, kau akan naik kelas! Kau akan menjadi lebih tinggi! Tetaplah bersemangat sahabatkuu! Semangat! Semangat! Semangat!”
“Hwaaaaa….makasiih yaah, Kataaaak. Kau memang sahabat terbaikku! Trima kasih nasihatnya.”
“Iyaaa….sayangku! Eh, Tak. Kau harus datang yaah, insya Allah aku telah menemukan tempurung yang paling tepat. Kau harus jadi panitia acaraku nantinya!”
“Wooww! Masya Allaah! Tentu saja, sahabatkuu! Tentu saja! Aku harus jadi panitia utamamu. Hihihi.”

Seusai menelpon, sang katak mulai bermuhasabah. Berkotempelasi di suatu sudut negeri. (hahay, katak lebay!). Perlahan, ia pun tak gamang lagi! Ia pun menjadi kuat kembali. Tak tergugu maupun tergagap. Perlahan, ia pun mulai keluar dari tempurung itu. Dan, betapa takjubnya ia, dapat melihat gemerlapnya langit dengan taburan bintang. Ia pun dapat melihat, sinar rembulan yang begitu terang.

Subhanallaah…
Subhanallaah..
Walhamdulillaah…

Sang katak bersyukur pada Allah, karena Allah telah memberikan suatu tempaan padanya. Meski ia sempat tergagap, dan begitu gamang, tapi, sang katak itu yakin, bahwa Allah-lah tempat ia bergantung. Segala kekuatan adidaya yang mahapower hanyalah milik Allah. Lalu, ketika telah disandarkan hanya pada Dzat Yang Maha memiliki kekuatan megapower itu, adakah kesedihan lagi? Masih adakah kegamangan lagi? Tentu saja tidak! Tentu saja tidak! DIA di atas segala-galanya.

Katak itu pun tersenyum riang. Ketika ia kini bisa melihat luasnya semesta setelah sebelumnya terkungkung pada tempat sempit dalam tempurung itu. Katak itu pun ingin berterima kasih, pada tempurung itu, karena oleh sebab dialah, pada akhirnya ia menjadi banyak belajar.

Aku ingin, memetik satu bintang yang gemerlap itu. Aku yakin, aku pasti bisa, insya Allah!! Sang katak mulai memancangkan azzam!

Hehe, demikianlah cerita sang katak. Temaaaan, do’a ini sang katak itu yaah, agar ia terus bersemangat. Seperti itu. Lihatlah kini, ia sudah melompat-lompat ceria!!

1 comment:

  1. hahahaha...selamat berjuang ja y katak!#ngaku-ngaku jadi katak

    ReplyDelete

Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked