Sejenak Menelik Jejak Mimpi

Semangattttt....
Memang kita tidak punya alasan untuk tidak bersyukur yah? Meskipun yang kita punya tidak sebanyak yang orang lain punya. Boleh jadi saja, kita belum memiliki sesuatu hal yang orang lain punya. Tapi, mungkin saja, kita memiliki sesuatu yang orang lain itu tidak punya. Maka, benarlah bahwa kita tidak memiliki alasan untuk tidak bersyukur.

Aku tahu, bahwa aku hari ini belum memiliki apa-apa. Jika orang lain memandang—apalagi masyarakat di sekitar kampungku—aku digolongkan pada kelompok orang-orang pengangguran. Heuu….kasihan nian anakmu ini, Ibu…hehe. Tapi…aku menyadari, bahwa hampir semua yang menjadi mimpiku dulunya, sebagiannya telah dapat kuraih. Telah dapat kuraih di sini, bukan berarti aku menjadi sukses dalam hal financial (jika ada yang menstandardisasi kesuksesan itu dengan parameter uang). Hehe. Jika iya demikian, maka kukatakan aku belum berpenghasilan!

Aku seorang generic. Hihi. Obat generic kaliii. Eih, bukan ding! Maksudku, aku orang generalis. Aku menyukai banyak hal. Ada banyak hal yang kusukai dan kuminati. Hanya saja, aku tidak pernah benar-benar mendalam memasukinya. Tapi, aku bersyukur bisa menyemplungkan diri ke dalam dunia-dunia itu.

Dahulu, ketika belajar formulasi, zat aktif suatu obat akan cendrung menuju kepada sifat awalnya meskipun telah dikondisikan pada titik-titik euthetik ataupun titik kesetimbangan. Tapiiii, dia akan tetap berusaha menuju sifat-sifat awal meskipun perlahan. Dari sini aku belajar bahwa bagaimana pun jua, seseorang akan tetap menuju ordinat apa yang menjadi minatnya. Sebab itu pula, aku melihat banyak di antara mahasiswa farmasis (yang mungkin salah masuk jurusan juga! Hihi) yang kemudian terjun di bidang lain baik itu IT, Seni, Teknologi, sastra dan lain sebagainya.

Aku menyadari sepenuhnya, bahwa aku membutuhkan energy besar untuk bisa mencintai dunia farmasi. Ya, tentu saja. Sebab, aku tak pernah membayangkan akan menjadi seorang farmasis. Aku tidak terlalu meminati bidang ini. Aku lebih suka sastra, lebih suka desain baik itu grafis, interior maupun eksterior, aku suka fotografi, aku suka dunia pendidikan, aku suka multimedia, aku suka manajemen, aku suka dunia psikologi. Semestinya, aku lebih baik memilih salah satu diantara apa yang aku minati itu bukan?

Tapi apa?
Kemudian aku menjadi seorang farmasis! Apoteker! Dan aku perlu menghadirkan berkali-kali (bukan hanya sekali saja) KECINTAAN pada dunia ini. Tapi, meski demikian, aku SANGAT BERSYUKUR bahwa aku sekarang adalah seorang apoteker. Aku men-syukuri hal itu. Sebab, aku banyak mendapatkan ilmu di sini (yang barang kali) aku tidak minati sebelumnya sehingga rasa ingin tahuku terhadap dunia farmasi ini tidak ada jika aku tidak berada di ranah farmasi. Jika pun aku tidak bisa menjadi yang terbaik di bidang farmasis, tapi aku mendapatkan ilmunya. Perkara minatku, seperti kubilang ia akan tetap menuju ordinat itu. Ternyata, selain ilmu farmasis, aku masih tetap dapat berkecimpung dalam dunia per-desain-an, dalam dunia kepenulisan, dalam dunia per-fotografi-an, dalam dunia pendidikan (heuu….alhamdulillaah, cita-cita jadi guru matematika pun kesampaian! Hihi.Dalam dunia psikologi pun demikian! Aku telah meraih sebagian besar yang menjadi minatku selain mendalami apa yang menjadi background disipilin ilmuku, meskipun masih berada pada electron valensi kulit terluar a.k.a masi sangat sedikiiiiiiitt sekali ilmunya alias masi harusssss banyak belajarr.

Tentang dunia psikologi ini, hihi…aku tahu uni psikologku tengah ‘menjerumuskan’ku ke dalam dunia psikologi. Meskipun dia tak mengatakannya, tapiii, heuu…aku sudah terlanjur mengetahuinya uniiih. Hihi. Menjadi satu-satunya apoteker di antara tim yang selebihnya adalah orang-orang dengan background psikologi, sempat bikin aku keki. Serius! Aku benar-benar keki. Aku tahu, para psikolog itu dapat “menguliti”-ku hingga lapisan terdalam. Hihi. Emangnya lapis legit apah? Pake lapisan-lapisan segala. Hihi. Apalagi aku adalah orang yang mudah ditebak. Hehe. Tapi aku bahagia. Aku senang. Aku bersyukur. Sebab aku pun dapat memperoleh ilmunya di sini. Setidaknya, memuaskan banyak dari rasa ingin tahuku mengenai dunia kepribadian, meskipun aku tak mendalaminya hingga ke dasar-dasarnya sekalipun.

Heuu…aku pengin banget bisa S-2 (walau entah kapaaaaan. Hehe). Tapii, kadang pikiran nakal-ku mengajak agar aku ngambil S-2 nya bukan bidang farmasi melainkan bidang psikologi anak sahajaa. Hee… Tapiii, kalau aku ingin jadi guru farmasi, mana bisa yah S-2 nya di Psikologi?! Hmm…hmm… hehe. *nyengir mode ON.

Dari ini semua, aku menarik kesimpulan bahwa benarlah CINTA menjadi energy luar biasa. Seseorang tak pernah benar-benar dapat mengupayakan yang terbaik dan yang paling optimal bagi dirinya, bagi lingkungannya, bagi rumah tangganya, bagi da’wah, bagi apapunlah yang menjadi elemn-elemen kehidupannya, jika tidak ada CINTA yang menjadi landasannya.

Lalu, setelah itu adalah…rasa ketidakpuasan. Di sini, bukan berarti menyoal ke-qanaah-an kita, melainkan unsatisfaction dalam hal-hal yang positif. Ketidakpuasan dengan ilmu yang kita punya, ketidakpuasan dengan amalan yang masih sedikit, ketidakpuasan dengan segala hal-hal tersebut akan membuat dan memacu kita untuk terus meng-upgrade dan meng-update serta meng-tune up diri kita! Bagiku prinsipnya adalah…bukan untuk menjadi yang sempurna, melainkan menjadi lebih baik! Sebab kesempurnaan pada manusia hanyalah sebuah hal yang sangat absurd. Begitu jauh dari mungkin.

0 Comment:

Post a Comment

Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked