Memang koq, obat itu adalah racun. Apalagi vaksin. Vaksin flu burung, berarti memasukkan virus flu burung itu ke tubuh manusia. Dan obat karsinoma, berarti orang sehat yang memegangnya beresiko berat terkena kanker jugah. Antibiotic terputus, artinya resiko resistensi yang tinggi. Memakan obat dengan MTC kecil, kelebihan sedikit saja menimbulkan toksisistas dan keracunan yg bisa berakibat kematian. Waaooooo…., betapa berbahayanya obat!
Sebagai orang yang berinteraksi dengan obat, mungkin aku sedikit berbagi cerita niiiy. Semua obat memang adalah RACUN! KECUALI, yang digunakan DALAM DOSIS YANG TEPAT. Jadi, suatu obat berefek MENYEMBUHKAN jika digunakan pada DOSIS yg TEPAT!
Terjadinya medication error selama ini (gara2 ahli obatnya kaga bekerja dengan baek, hehe) adalah disebabkan oleh PENGGUNAAN YANG TIDAK TEPAT TERHADAP OBAT.
Penyebabnya bermacam-macam, bisa karena ketidak patuhan patien, polifarmasi (maksudnya : satu pasien dapat buanyaaaaaaak obat, bisa sampai delapan macam. Padahal, banyak jugah diantara obat2 ntu yang gak dibutuhkan oleh pasien sebenarnya. Kayak PCT yg dikasi sama orang yg ga demam), karena interaksi obat, ketidak tepatan indikasi, ga ikut sama aturan pakai, regimen dosis alias waktu pemberian (maksud’e yang tiga kali sehari, dua kali sehari itu looh), hummm…apa lagih yaaa? Pokok’e buanyak sangat lah penyebab ketidaktepatan obat ntu sehingga obat statusnya jadi racun.
Jadi, kesimpulannya? Tanya pharmacist sajaaaa. Hehehe. Kan, no pharmacist no service…(PP. no 51thn 2009 looooh! Baca gih, undang2nya. Hehe)
Eihhh, bukan! Bukan ding! Maksudku bukan ituu. Bukan untuk promo pharmacist atawa memboomingkan PP 51. Aku hanya ingin mengambil sikit analog saja di sini.
Jika diumpamakan kepada kehidupan ini, pun begitu adanya. Jika kita berjalan pada koridor yang lurus, berarti itu semua itu insya Allah akan mengantarkan kita pada kebaikan, pada Jannah-Nya (amiiiin). Tetapi, jika kita tidak melaksanakan aturan pakai sesuai dengan dosis yang tepat, maka berakhir kepada kesengsaraan, yaitu Naar (Na’udzubillah, tsumma na’udzubillah).
Suatu obat yang tidak dimakan, akan menyebabkan penyakit bertambah parah. Sebaliknya, jika dimakan dengan dosis yang berlebih, juga menyebabkan efek keracunan. Jadi, semua harus diminum dengan dosis yg tepat dan regimen yang tepat pula. Begitu pun dengan amalan yang kita lakukan. Jika tidak kita laksanakan, akan menimbulkan kesengsaraan (ya jelas dong yaah?). Jika dilakukan dengan berlebihan dan tidak sesuai dengan “aturan pakai” nya, dengan kata lain mengada-adakan sesuatu dalam agama/bid’ah, pun akibatnya jugah adalah “keracunan”. Obat yang dimakan dengan dosis tinggi menimbulkan keracunan. Sementara amalan yang dilakukan di luar apa yang semestinya, atau berlebihan (macam sahabat yang mau puasa sepanjang masa, yang gak bakalan tidur2 atau gak bakalan menikah itu) juga menimbulkan “keracunan”. Hehehe.
Jika semua aturan pakainya kita patuhi, insya Allah akan mendatangkan kesehatan bagi kita. Pun begitu halnya dengan “aturan pakai” hidup ini, Semua aturan pakai yang tepat dan dosis yang tepat, telah Allah dan Rasul-Nya tuangkan dalam Al Qur’an dan Sunnah. Yang jika kita berpedoman pada keduanya dan mengikutinya, insya Allah akan selamat.
Nah, untuk mengetahui obat-obatan yang tepat itu, kita kan mesti punya ilmunya dulu tuuuh. Missal, ada yang lagi mengalami sakit, tapi suhu tubuhnya gak naik, tetap ajah dikasi paracetamol. Atau, suatu infeksi yg ga perlu ditangani dengan anti biotic, tapi malah dikasi antibiotic. Itu kaaan, medication error. Hanya akan memberatkan si sakit. Makanya, untuk mengetahuinya, gak bole pakai ilmu kirologi(atawa ilmu mang-kiro-kiro sajo dengan kata lain perkiraan atawa estimasi saja. Atau, “kayaknya gini deeeeh” berdasarkan kebiasaan “nenek moyang” terdahulu. Mesti Tanya ahlinya. Siapaaaa? Ya pharmacist laaah. Hehehe. Begitupun dengan amalan yang kita lakuin. Jangan pake kirologi, atawa menuruti kebiasaan “nenek moyang” saja. Mesti ditanya dulu, ini benar apa tidak yaah? Kepada siapa? Yaaah, kepada yang berkafaah dalam ilmu Fiqih laaah. Atau, bidang2 lainnya. Bahasa kerennya, ilmu yang amaliyah dan amal yang ilmiah. Iya tho?
Humm…., ini hanya sekedar analog saja. Yo weisss, gak mungkin persis sama, tho? Semoga saja bisa diambil hikmahnya. Karena, alam takambang jadi guru. Apapun yang ada di alam ini, merupakan plajaran bagi qta semua. ‘afalaaa tatafakkaruuun? Banyak hikmah2 di balik fenomena alam yang sebenarnya mirip sekali dengan Psikologi science dan social science (omong2, istilah ini ada kaga yaaah? Hehe. Kalo gakada anggap saja ini istilahku. Hihi). Bahkan, menurutku, segala rumusan2 yang diturunkan secara matematis itu adalah penyederhanaan konsep kehidupan. Ia adalah sebuah model matematis dari hidup ini. Apapun itu. Karena semua berjalan sesuai dengan sunnah-Nya. Allahu’alam.
Al Hurriyyah, baiti jannatii, ba’da agenda Rohis bab Fiqih Sunnah. Hehe.
(ide tulisan ni muncul waktu kuliah Herbal Medicine. Pas ba’da dzuhur ngetem di Sekre FSI, eeeh..tiba2 dapet SMS dari teman kalo bapak dosennya udah masuk. Padahal baru jam 13.20 WIB. Di jadwalnya kan jam 13.30. akhirnya, sejenak kuhentikan ngetik, lanjut ngecirr ke ruang kuliah. Dan, nulisnya dilanjutkan lagi ba’da agenda Rohis di wisma. Hehe. Skedar intermezzo saja)
0 Comment:
Post a Comment
Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked