Ujian |
Banyaknya ujian yang numpuk belakangan ini selain bikin rebonding gratis (rambut jegang-jegang kaya kesetrum listrik saking full stressornya, hihi lebay!) juga menitipkan sedikit kotempelasi bagiku. Tentang sebuah tekad yang sudah kupancangkan bulat-bulat sebelum aku melanjutkan kuliah dulunya. Bahkan aku juga menuliskannya di dinding kamar, tentang tekadku itu. Bahwa aku tidak lagi ingin memahami secara parsial ilmu yang sedang aku pelajari. Aku ingin memahaminya secara lebih mengglobal sehingga aku tidak mempelajarinya secara letterlet doang (hafal perkata, pake otak kiri pulak) melainkan aku memahami konsep ilmunya yang intergrasi dalam satu kesatuan disiplin ilmu. Jadi, ia nya komprehensif… Itu yang aku inginkan…
Lantas, jika ingin ilmunya, mengapa harus ada ujian segala? Ya, ujian adalah sebuah skala parametric sejauh mana pemahaman kita tentang konsep ilmu yang tengah kita pelajari. Itu idealnya…
Hanya saja, dari sekian banyak ujian yang telah kulewati, selalu saja terasa ‘sulit’ untuk menerapkan apa yang sudah kutekadkan itu… Ketika ujian menjelang, tetap saja harus ada hafalan yang letterlet yang kemudian lenyap seiring dengan berlalunya ujian… Berasa sekali, bahwa aku menggunakan ‘otak kiri’ untuk mempersiapkan ujian yang seminggu dua minggu kemudian tak lagi tersimpan dalam chip memory jangka panjang. Ia nya mengalami delesi dan replacement dengan adanya ujian-ujian yang baru…
Jadi, sebenarnya, selain ujian, para meter apa lagikah yang dapat mengukur skala kepahaman seseorang? Uhmm… Menjadi pelaku lapangan barang kali… Sebab, dalam banyak hal, pelaku lapangan sesungguhnya jauh lebih jago dari pada orang-orang yang berada di ranah akademis. Karena atmosfier akademis dibentuk mendekati ideal. Sementara, realism lapangan sering kali mendapati hal-hal berbeda yang tak ditemukan di ranah akademis… Perlu sebuah inovasi tanpa mengabaikan hal-hal ‘ideal’ jika sudah berada di ranah praktisi…
Jadi, apakah lebih baik menjadi praktisi, ataukah akademisi?
Heuu… mungkin lebih baik menjadi dua-duanya saja kali yah (heuu,,, galau niih galau…)
Tapiii, satu hal yang mesti digaris bawahi (kalau perlu tulisannya juga di-bold) adalah, bahwa menjadi apapun itu, maka menjadilah yang berarti… Menjadi apapun itu, upayakanlah yang terbaik… Dan yang terpenting, menjadi apapun itu, jangan pernah berhenti pada orientasi dunia belaka. Menjadi praktisi ataupun akademisi, sesuatu yang mungkin saja memiliki nilai yang berharga (baik dikaji secara financial maupun prestise) di dunia. Tapi, alangkah meruginya jika hanya sampai pada cita-cita dunia saja, sedang ia hanyalah waktu yang sejenak. Maka, menjadi akademisi ataupun praktisi, haruslah orientasinya jauh melintasi dunia belaka. Ada nawaitu untuk sebuah kemanfaatan yang bernilai yang terkandung di dalamnya yang mudah-mudahan Allah catat sebagai sebuah investasi kebaikan bagi diri kita nantinya, di saat tak lagi ada tawar menawar itu… Dua pekerjaan yang sama, tapi dengan nilai yang berbeda, hanyalah terletak pada niatnya. Pada niat awalnya saja. jika hanyalah sampai pada orientasi dunia, maka hanya segitulah yang kita peroleh. Jika melintasi kesejenakan dunia, maka kita juga akan mendapatkan seperti apa yang kita niatkan itu… Padahal, usahanya sama, energi yangdihabiskan sama, rintangan dan penyulit yang juga sama… Tapi, hanya dengan sebuah niat yang berbeda saja, inputnya pasti akan berbeda… Allahu’alam..
Rasulullaah bersabda : "Siapa yang menuntut ilmu dan tidak menuntutnya kecuali untuk mendapatkan perhiasan dunia, maka ia tidak akan mendapati wangi-wangi surge di hari akhir nanti” (HR. Abu Dawud)
Tetap semangaaatt belajarr…!!
Semangat mbak..
ReplyDeletedisini juga lagi musim ujian (en hujan jg..:))
mbak fathel kuliah S2 ya? hebat... Semangat...
ReplyDeletebener banget ni..benar2 nguji nawaitu kita belajar buat apa. Untuk ujian atau memang ingin belajar.
ReplyDeletekeinginan kita sama kak.. (panggil kakak atau mbak? hehe)
kadang sy jg ngerasa dilema dg ujian dkk.
semoga nawaitu kita dah benar termasuk saat ujian.
anggap jihad lillahi ta'ala aja...
hehe.. panggia uni ma an..
ReplyDelete:)
y kan? uni fathel??
hehe..
@Nurul : loh? ko nurul jugak panggil Mbak? hihi..^^
ReplyDelete@Najiva : heuu..iyaaah De'....
@Sandurezu : iyaaah... Aamiiin...
panggil kakak atw uni sahajaaa... jangan Mbak...krna bukan javanese..hihi..
^^