Edisi Reparasi Diri

Hemm.... akhir-akhir ini memang aku jarang nge-blog. Sebenernya sih bukannya tak ada yang pengin dituliskan, tapi entah kenapa, malas sekali menulis. Hihihi... Baik itu menulis dengan pulpen atau menulis dengan menekan keyboard. Nahh, di saat laporan yang menumpuk-numpuk (sekitar 350-400 halaman A4 font 12 pt spasi 1.5 <-- lengkap amit!), malah kepikiran ngeblog. Aneh yah? Hehehe...

Aku mau cerita gado-gado saja deh. All theme. Hehehe. Soalnya, lagi riweuh juga. Jadi, lagi pengen cerita yang ringan-ringan ajah (memangnya ada cerita yg berat di blog ini? Rasanya isinya curhatan belaka!? Hihihi... :D)
Topik pertama soal Kapal, Dermaga dan Samudra (beuuhh, lagi-lagi deeh! Demen amat! Kaya nda ada topik lain ajah! Hihhi :D). Entah kenapa, actually, thus as because of environment kali yaahh. Haaiiihhh, puyeng gue ngadepin cerita yang beginian muluuuu di mane-mane kaga ade abisnyeee >.< dan ditambah pula sindrome 20+ (Nda tega nambahin sederetan angka dibelakang angka 2 nya, jadi cukup dibikin 20+ sahaja. Biar keliyatan masih 20 padahal aslinya masih 17. Ehhh?? Kehkehkeh....).
Hemm tapi, aku jadi dapet pelajaran berharga. Kita (yaa aku terutama) mungkin lebih sering mempersiapkan diri untuk sesuatu yang belum pasti adanya, sibuuuk dah nyiapin, tapiii kadang sesuatu yang sudah pasti adanya, lupa nyiapin. Nge-desain gimana keluarga yang bener, tapi lupa ngedesain gimana aku bakalan mengakhiri kehidupan dunia ini. Ya, aku bukan berarti ngenyalahin dan tidak merekomendasikan untuk mempersiapkan itu semua. Toh itu juga adalah bagian dari sebuah kontribusi demi terciptanya masyarakat madani (ciee elaaahh), dan menurut aku sih itu semua memang MESTI disiapin. Tapi, semestinya porsinya harus seimbang dong dengan menyiapkan bekel buat menjadikan penutup hari-hari sebagai sebaik-baik penutup. Intinya, kita mesti menyiapkan juga buat hal ini. Ya harus! Kalo kapal berlayar saja yang belum tentu kita dapati pelayarannya, sudah disiapin baik-baik, bagai mana kita tak penyiapkan diri untuk sebuah penutupan hari-hari yang ia-nya adalah PASTI, bahkan dengan atau tanpa berlayarnya kita. Ya nda sih? Nah, aye ini sedang mengarahkan telunjuk (beserta keempat jari lainnya!) bahwa ini sebenernya lagi negor diri sendiri.

Okeehh, let's fighting. Nge-desain bagaimana kita menutup hari-hari kita. Sungguh, bagi aku ini adalah perkara yang berat. Berat maksudnya, adalah kita tak dapat menjamin akan seperti apa kita setelah ini. Dan sungguh, sebaik-baik amalan adalah yang baik pada penghujungnya. Smoga Allah menjadikan kita istiqomah, menjadikan kita husnul khotimah, menjadikan kita termasuk golongan orang-orang yang tetap berpegang teguh di jalan-Nya. Karena, sungguh istiqomah itu lebih sulit. Bahkan, dalam Al Qur'an dan Hadits-hadits, gandengan Istiqomah itu adalah Taqwa. Bertaqwalah kepada Allah dan istiqomah lah. Huaaa, smoga Allah menjadikan kita istiqomah. Dan lagi-lagi ini berat! Dan sungguh orang-orang yang tertarbiyah sekalipun, yang hari ini masih membersamai jalan dakwah yang mulia ini, tak dapat menjamin, esok, lusa, beberapa dekade lagi, masih kah tetap di sini? Ghiroh luar biasa ketika di kampus, lantas tenggelam ketika sudah berada di dunia pasca kampus. [Kalo sudah bahas ini, aku jadi benar-benar tertohok, sekaligus sediih. Sedih melihat beberapa sahabat yang tak lagi bergabung di jamaah ini. Sedih dengan diri sendiri,d dan berharap dapat istiqomah. Adakah yang menjamin, selain Allah saja?! Smoga Allah tetap menjadikan diri kita menjadi orang-orang yang istiqomah.]
"Rabbanaa laa tuzigh quluubanaa, ba'da izhadaitanaa...."
Ya Tuhan kami, janganlah Engkau palingkan hati kami kembali setelah Engkau berikan petunjuk kepada kami....

Itu bahasan yang pertama. Okeh, lanjut ke next theme. Suatu ketika, aku shalat di mushalla perpus pusat. Nah, kebetulan waktu itu, aku ngelihat dua orang satpam wanita, yang subhanallaah menyempatkan diri untuk tilawah dulu setelah Dzuhurnya. Subhanallaah. Itu adalah pemandangan langka menurutku. Jadi malu dan tertohok sendiri. Bahkan, mungkin kita (yaa, aku terutamaa) sering sekali mentolerir diri ketika badai kesibukan melanda. Memangkas porsi yang seharusnya untuk-Nya. Astagfirullaah... Astaghfirullaah.... Astaghfirullaah... Terima kasih Mba Satpam, sudah memberikan pelajaran untukku...

Sesungguhnya masih banyak yang ingin aku tuliskan.... Tapi, sudah kelu niih. Tak sanggup lagi berkata-kata. Begitu banyak yang membuat kita tertohok, sebenarnya. Smoga kita peka. Semoga hati kita peka. Aamiin...

Belum terlambat untuk menjadi lebih baik, dan semoga tidak terlambat untuk bertaubat atas dosa-dosa kita yang terus bertambah...

Ini Edisi menasihati diri sendiri dan berharap semoga kamu kecipratan juga. Hee... :)

0 Comment:

Post a Comment

Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked