Lagi-lagi, tentang Kapal, Dermaga dan Samudera
Kemarin sehabis melirik foto temenku yg satu SMP, satu SMA, hingga satu angkatan di farmasi,yang baru saja merayakan royal weddingnya di mana dia terlihat cantik dengan gaun pengantinnya, tiba-tiba terbersit keinginan untuk menuliskan status fesbuk di atas (seperti yang ada di gambar). Sebenernya agak rada-rada iseng sahaja. Hihi.... Tapi, ternyata sambutan pemirsa di luar estimasiku. Rupanya sudah ada 94 komentar (termasuk komen aku dan dua komen yang terpaksa aku hapus harena khawatir akan menyebabkan fitnah. Maklumlah, gossip itu berkembang lebih cepat dari pada membelahnya bakteri secara eksponensial. Dan gossip itu mengalami replikasi jauh lebih cepat dari pada mesin PCR yang mampu membuat jutaan copy DNA dalam waktu 3 jam). Dan karena aku tak ingin ada suudzhan di antara kita, terpaksa aku hapus. Jika komen itu beredarnya hanya seputaran temen-temen farmasi klinis, it's okay, karena semuaa kami juga tau itu becandaan doang. Tapi, bagaimana dengan 2.043 orang teman lainnya yang tak tahu apa-apa tentang becandaan itu? Okelah mereka takkan semuanya melirik dan menyempatkan diri membaca komen-komennya, tapi yah tetap saja ada banyak orang yang mungkin tak sengaja membaca. Aku memang tak ingin ada salah interpretasi di antara orang-orang yang tak sengaja membacanya. Hehe...
Hemm...baiklah, kita lanjutkan perbincangan mengenai Kapal, pelayaran dan dermaga. Tiga setali mata uang yang sulit dipisahkan. Jiyyaaahhh...
Memang, kedengarannya menyenangkan ketika pertama kai berlayar, di mana kebanyakan orang-orang akan excited melihat lautan yang biru, melihat air yang jernih, ikan warna-warni yang berlarian kesana-kemari, melihat hamparan kebiruan yang luas, awan yang cerah. Aku banyak mendengar kisah ini dari mereka yang telah berlayar.
Tapi justru, yang mampir ke telingaku, kebanyakan bukan cerita suka nya melainkan duka. Mabuk laut yang tidak menyenangkan. Terpaan topan. Hantaman badai. Hingga kandas porak poranda di tengah lautan. Masih beruntung ada yang punya pelampung. Yang lainnya, ada yang malah memilih tenggelam bersama lautan dalam. Membiarkan tubuh tercabik-cabik sang hiu. Memasrahkan diri dengan gelombang yang meng-ombang-ambingkan. Cerita ini lebih banyak kudengar. Atau karena mungkin memang bertampang tong sampah kali yah, jadi orang-orang senang sekali nyampah di aku, mengeluarkan uneg-uneg nya. Hee. Tentang cerita duka sepanjang perjalanan mereka.
Tapi, cerita duka, akankah membuat khawatir untuk berlayar?
Smoga tidak.
Sebab, tidak mungkin ada sunnah rasul-Nya, jika tak ada maksud baik dibalik-Nya...
Kata kekasih Allah, "An-nikahu sunnati, Man raghiba 'an sunnati, falaisa minni", Dan rasulullah sudah mensabdakan tentang orang-orang yang tak mengikuti sunnah beliau yang satu ini, "Barang siapa yang tidak mengikuti sunnahku, maka dia bukanlah bagianku."
Tidak mau kaaan, dicap sebagai "Bukan Umat Rasulullah?"
Mungkin kita perlu tahu berita duka tenggelamnya kapal-kapal itu (bukan vanderwich saja loh yah, api ada banyak kapal sepertinya).
Agar setiap kita, tak hanya berpikir akan selalu tenang berlayar. Agar kita tahu, bahwa akan ada gelombang pasang. Dan agar kita bersiap diri menghadapi terpaan badai. Setidaknya, kita menyediakan segala persiapan selagi masih di darat, untuk menangkis segala kemungkinan. Meskipun ini tak mutlak selalu sesuai. Jika pun akhirnya kandas, maka, itulah ujiannya. Bisa jadi, kapal yang ditumpangi bukanlah kapal terbaik. Bisa jadi nakhodanya yang tak pandai menjalankan si kapal dan tak paham arah mata angin dan tak paham hendak dibawa kemana si kapal itu. Atau bisa jadi juga penumpangnya yang bawel. Apapun itu penyebabnya, banyak kapal yang jatuh tenggelam. Sungguh itu adalah ujian. Smoga yang mendapatinya diberi kekuatan dan semoga diberikan ganti yang lebih baik.
0 Comment:
Post a Comment
Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked