Ceritanya, ada rekues desain untuk suatu acara. Sebut saja acara X. Sejujurnya, aku memang agak mood dependent kalo mengerjakan suatu desain. Tetap bisa dikerjakan akan tetapi hasilnya ketika mood baik akan lebih optimal dan maximal dibanding ketika sedang tidak mood. Dan pagi itu aku sebenarnya tidak begitu mood untuk mengerjakan desain. Apalagi ada pekerjaan yang mendesak. Pertama, memasak untuk makan siang, kedua ada urusan yang harus diselesaikan di sekolah kakak Aafiya, dan beberapa urusan lain. Belum lagi kakak yang udah gak sabaran ingin segera berangkat. Ini tentu kondisi yang tidak mudah untuk membuat desain di waktu sesempit ini. Tapi karena diminta, aku tetap mengusahakan untuk mengerjakannya. Sekitar 1.5 jam pamfletnya selesai didesain. Pas laptop sudah dimatikan, diminta revisi lagi. Sudah aku kerjakan. Matikan laptop lagi. Daaaan.. ada revisi lagi. Nyalain laptop lagi, kerjain lagi. Akhirnya urusanku tertunda. Ke sekolah kakak yang harusnya lagi, jadi mundur jam 11. Masak buat makan siang, baru bisa setelah dzuhur yang artinya sekeluarga jadi agak telat makan siangnya.
Tapi ..., setelah dipublish, yang dipakek malah pamflet yang dibikin oleh orang lain. Yang ngerjainnya pakai App HP aja. Alasannya karena pamflet yang kubikin ga bisa diedit sama mereka yang rikues. Padahal tinggal ngomong aja, bisa kuedit lagi. Tapi tidak ada ngomong apa-apa dari mereka, dengan sepihak ngerjain sendiri dan dibatalkan begitu saja tanpa pemberitahuan kepadaku. 😁😁
Ada terbersit rasa kesal di hati. Bukan karena pamfletku tidak jadi dipakai tapi ... karena seolah tidak memikirkan waktu yang kuhabiskan untuk membuatnya. Kayak bikin pamflet itu "sim salabim" langsung jadi. Padahal kan harus mikirin idenya, ngejainnya, dan banyak hal yang tertunda karena mengerjakan pamflet tersebut. Jika aku membuatnya dengan kondisi santai, ga menunda banyak hal untuk itu, aku mungkin tak akan terbersit rasa kesal. Kuanggap aja ini me time. Tapi, aku sudah mengorbankan banyak hal untuk membuatnya. Heuheu... Jika memang tidak akan dipakai dan memang ada tim yang akan bikin (karena aku bukan panitia) kenapa harus rikues dan sampai harus revisi beberapa kali. Sejak awal ga usah rekues aja kalo gitu.
Tapi kemudian aku menyadari bahwasannya ini adalah ujian keikhlasan. Ternyata untuk ujian yang masih sederhana ini, sulit untuk ikhlas, bagaimana dengan ujian yang lebih besar?!?!
Aku berusaha untuk berpikir positif (meskipun kadang nafsu membisikkan hal jelek untuk marah) ... Aku mengusahakan untuk menanamkan pada hati bahwasannya tidak ada kebaikan yang sia-sia. Walaupun tidak jadi dipakai, waktu yang telah dihabiskan untuk membuatnya semoga tetap dinilai Allah sebagai kebaikan. Tidak ada yang hilang in shaa Allah. Syaratnya, selama ikhlas. Nah pertanyaannya, apa aku sudah ikhlas?!
Memang, ikhlas itu sesuatu yang tidak mudah. Seperti mencari setitik biji sawi di goa yang gelap di malam hari. Berat banget. Aku sendiri masih tertatih dan terseok-seok untuk bisa mengikhlaskan niat, mengikhlaskan amal dan segalanya hanya semata karena-Nya. Masih jauuuuuh banget. Dan syaithan selalu membisikkan dan berupaya mengajak pada ketidak-ikhlasan. Dan tugas kita pula untuk melawan itu semua. Aku berdo'a semoga aku, kamu dan kita semua dijadikan-Nya hamba yang ikhlas. Aamiin.
0 Comment:
Post a Comment
Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked