Refleksi Ke-Nelangsa-an

Hari ini…
Pada satu sisi di hati, menginginkan hilangnya satu paket memory dari satu folder hati. Ingin berlari sejauh-jauhnya. Ingin melenyapkan selenyap-lenyapnya. Bahkan, ingin di satu lokus ingatan itu, menjadi amnesia saja.

Semakin terpuruk, dengan kebodohan dan kehinaan yang diperbuat! Kebodohan yang membuatku, kadang tak mampu menyangga diri, bahkan hanya untuk menegakkan kepala saja, menatap hamparan dunia. Sepertinya pohon-pohon, bebatuan, burung-burung, semut-semut, jalanan, dan apapun itu, tengah mencibiriku dengan kebodohan itu. Mereka menertawakanku. Menertawakan kebodohanku. Bodoh! Bodoh! Dan sangat bodoh!

Ketika aku bersimpuh di depan realita. Tertunduk aku. Sungguh, tak sanggup sedikitpun aku mengangkat dagu. Hanya untuk mengintip cerahnya mentari. Hanya untuk melirik indahnya siluet senja. Aaah, terlalu naïf. Ini adalah lembah paling tragis dalam grafik hidupku.

Semakin terasa. Bahwa aku, sosok dhaif yang digelayuti banyak kesalahan. Kesalahan. Kebodohan, di masa lampau. Kejahiliyahan tindakan! Aku yang tidak ada apa-apanya. Tidak sebaik kau, tidak sebaik dia, dia, dan mereka. Aaahhh….astaghfirullaah….astaghfirullaah…

Namun kemudian.
Ada yang menyangga bahuku. Mengajak untuk berdiri lebih tegap.
Ia adalah harapan baru. Fajar baru. Cahaya baru!
“Duhai, percayalah. Bukankah manusia adalah kandangnya khilaf? Bukankah padanya selalu saja ada kantung-kantung kesalahan? Bukankah adalah sesuatu yang absurb jika manusia tanpa salah? Bukankah?” tanyanya retoris.Ia menyentuh pundakku, dan membuatku harus berdiri tegap.
Sejenak, aku mencoba mengangkat wajah.
“benarkah?” aku meyakinkan.
“benar!” ia mengangguk dengan sangat yakin. “percayalah, insya Allah masih ada harapan! Setiap orang memiliki peluang yang sama untuk memperbaiki kesalahan itu! Jadikan saja ia sebagai ibroh. Jadikan saja ia sebagai cemeti untuk melecuti kesalahanmu, sekaligus melecuti semangatmu!”
“aku terlalu rendah. Aku, bahkan tak lagi sanggup menatapi dunia. Terlalu banyak salahnya. Terlalu banyak.” Kataku pesimis.
“sudahlah!” ia kembali menyangga aku yang terduduk lemas. “penyesalan itu harus, memang. Tapi, tak perlu berlarut-larut. Perbaiki di masa depanmu! Fastabiqul khoirat! Kau punya potensi dan peluang yang sama dengan mereka, untuk mencapai itu! Kau punya peluang yang sama! Tekadkan dalam hatimu, bahwa kelak, kau harus menjadi pribadi yang lebih berkualitas!” ia memandangku dengan lembut, namun aura energy yang dipancarkannya berasa mengaliri darahku.

“the story was ended, and the new story was began! Cukupkan kisah lalu itu sampai disini saja. Dan, Jadikan kisahmu yang selanjutnya adalah kisah terhebat dalam hidupmu! Ingatlah,….semakin berlalu detik, maka semakin berkurang pula jatah hidupmu. Artinya, semakin sedikit kesempatanmu. Jika tak kau isi dengan hal-hal terbaik, lalu, kapan kau akan menambali salahmu? Kapan? Maka, tekadkanlah…bahwa tiada dari langkahmu, kcuali adalah prestasi amalan terbaikmu! Yakinlah, bahwa sesungguhnya, KAU BISA! Kau pasti bisa Fathel! Maannajah!”

“cobalah kau pandangi alam di sekelilingmu. Ternyata, meskipun harapan kau sempat kandas begitu dalam, pecah berkeping-keping, tak mengubah apapun. Langit masih sebiru kemarin. Lautan masih berkilau diterpa mentari. Pasir putih masih terasa lembut untuk dijejakki. Burung-burung masih berkicau dengan merdunya. Tak ada yang berubah, pun tak mencibirimu. Mereka bahkan mensupportmu, untuk lebih mendongakkan wajah, menaklukkan tantangan itu! Taklukkanlah! Patrikan di hatimu, patrikan di langit asamu, bahwa harapan-harapan kandas itu hanyalah satu mimpi kecil saja. Bahwa, sesungguhnya kemenangan yang abadi itu adalah setelah segala sesuatu dibalaskan. Maka, berjuanglah untuk kemengan hakiki itu! Berjuanglah! Bukankah tiada yang kau inginkan selain kemenangan hakiki itu? Lupakan harapan yang telah pecah berderai. Rangkai kembali harapan baru. Sungguh, insya Allah Dia tengah menyiapkan takdir terindah untukmu. Jikapun hari ini menyedihkan, aku berharap esokmu adalah senyum yang manis.”

“segala kejadian telah tercatat. Semua telah dibukukan-Nya di lauh mahfudz. Tiadalah Allah menghendaki kesusahan bagi hamba-Nya. Tiadalah! Jikapun terasa berat, maka itu adalah ujian yang juga berada dalam kadar kesanggupanmu! Peluang besar, untuk naik ke kelas yang lebih berkualitas. tetap semangaaattt, Fathel! Tutup kisah masa lalu, lalu hadapi kisah masa depan, sampai kereta kehidupan menjemputmu menuju alam lain. Maka, tekadkan, bahwa ketika kau menaiki kereta itu, adalah dengan cara yang terbaik. Dengan ending terbaik. Penutup hari-hari dengan amalan terbaik. Maannajah!”

Kali ini aku mulai berani mendongakkan wajah.
BAIKLAH…. AKU AKAN HADANG! AKU INGIN KELAS BERKUALITAS. MAKA akupun akan upayakan, UPAYA YANG BERKUALITAS. tidak seperti kemarin. Esok insya Allah akan lebih baik!”

--------------------
Sumber gambar di sini

0 Comment:

Post a Comment

Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked