Hari-Hari Terakhir


Waah…, tak terasa waktu berlalu begitu cepat.
Episode Rumah Sakit tinggal menghitung hari dan episode farmacy community (apotek) akan segera dimulai, insya Allah. Sungguh sangat cepat waktu itu berlari yaaah. rasa2nya belom puas niih, keliling2 Bukittinggi. Hee… (tapi kalo disuruh nambah hari PKP lagi, ga mau aaaah. Hihi)

Tapiiii, sungguh, di hari-hari terakhir ini (eih, minggu2 terkahir ding!), aku sangaaaaaaaaaaaaat menikmati PKP ini. Sungguh sangat! Meski banyak deadline laporan mengejar-ngejarku (huwaaa…dikejar2 dung!), yang membuatku mesti begadang…dang…dang lagiiih. Huuuft. Dan, meski jerawat bertumbuhan dengan berseminya bagaikan Sakura di bulan Maret (halaaaah, lebaynyaa! Hee…). Ada banyak warna rasa. Ada banyak warna kisah. Dan juga ada banyak pelajaran. Sungguh, aku begitu bunyaaaaak memperoleh sesuatu yang tak bisa ditara dengan rupiah di sini. Pengalaman. Ilmu. Tentang rasa. Tentang kemanusiaan.

Ada warna-warni seperti pelangi. Merah jingga kuning kelabu, hijau muda dan biru. Meletus balon… (loh, kok jadi nyanyi balonku yah? Hihi, ngaco!) di sini. Warna rasa bahagia, pilu, sedih, senang. Semuanya menyatu dalam satu rangkaian episode bernama : PKP-RS. Hee…

Kisah lucu…
Pernah suatu kali aku lagi ngumpul2 sama anak2 sehabis memberikan obat pasien dan ikut visite dokter. Tiba-tiba datang dua orang satpam. Karena ngerasa kaga punya salah, yawudah, kucuekin ajah tuh satpam. Eh, tak dinyana, satpamnya ngomong ke aku,
“Bu, tolong yaaah, anak-anaknya dibawa keluar dulu! Ini lantai mau dipel sama satpamnya!”
Aku bengong! Asli!
Haaaaaaaaaaaaaa???
Dipikirnya aku ini emak-emak apa! Masa’ tampang se-imut ini (halaaah!!) dikirain emak-emak beranak lima! Haduuuuh, gak salah tuwwh???
“Eih, bukan anak saya, Pak.” Kataku.
“Lho? Bukannya anaknya tho? Jadi, anak siapa?”
“Kalo yang ini, ibunya ini. Kalo yang ini, ibunya yang itu. Nah, kalo yang ini, ibunya yang di sana tuh.” Kujelaskan.
“Hoo..begitu yah?”
Akhirnya, aku kemudian mengembalikan anak-anak itu ke ibunya. Heee…(Padahal, bukan aku yang ngajak mereka loh! Mereka ynag datang sendiri ke “markas”kami, tho. Hee…) Eh, gak taunya, temen2 sekelompok yang dengerin ciloteh para satpam itu jadi ngakak abis-abisan. Besok2nya, aku sering diledekin, “Bu, bawa anaknya keluar bu. Lantai mau dipel.” Huwaaaa…..huhu…T_T

Kisah sedih…
Jika ngomong kisah sedih sihhh, buanyaaaak banget! Kisah-kisah yang menguras air mata. Membuat hati ini meringis. Melihat tubuh-tubuh tergeletak itu. Melihat anyirnya bau darah. (waah…, sungguh kalo dituliskan, sangatlah buanyaaak sekali)

Kisah “manggaritih”….dan helaan nafas…
Kadang, geram jugah…, melihat aku yang ga bisa berbuat apa-apa. Aku geram pada diriku, pada system yang dibentuk dan pada ketidakmampuanku untuk berbuat. Sungguh, aku ga punya power walaupun aku tahu. Ada beberapa kondisi yang memerlukan terapi dan aku tahu terapinya. Tapiii, meresepkan obat haruslah dari dokter yang notabene harus menunggu (sampai esoknya). Ga ada aturan yang membolehkan apoteker untuk ngasi obat langsng, apalagi di rumah sakit. Aku kasihan sama pasiennya. Tapi aku ga bisa berbuat apa-apa. Oohh…(Lalu, di manakah posisiku saat perubahan itu kelak? Hmm…setidaknya, aku telah menuliskannya. ~__^)

Kisah “stress”
Ketika dikejar-kejar laporan, case study report yang pelik. Kisah hunting data rekam medic. Dan jugah, kisah keruwetan membaca tulisan dokter.

Kisah “episode perburuan ilmu”
Yuup, karena tujuan utamanya adalah ini, maka tent saja ini adalah episode yang penting! Sungguh, banyak kisahnya. Dan memang benarlah, dokter itu pinter2. Apalagi yang spesialis (ya iyalaaaah, namanya juga dokter kan ya? Hehe.). Tapi, dokter juga manusia, punya khilaf dan salah. Semoga kedepan, semua tenaga medis ini memang adalah mitra kerja, bukan atasan-bawahan, dan bekerja nafsi-nafsi. Biar saling mengingatkan, slaing bersinergi untuk dunia kesehatanlebih baik.


Aah….sebanyak apapun itu kisahnya, aku mendapatkan banyak hal di sini. Sungguh.

Kemudian, aku kembali belajar, bahwa setiap waktu yang berlalu dan kesempatan yang terabaikan itu, adalah sesuatu yang takkan pernah kembali. Takkan pernah. Maka, sudah selayaknyalah aku harus menjadikan kisah itu, meski pahit atau pun manis, sebagai potongan-potongan fragmen mozaik hidup. Yah, potongan mozaik hidup untuk kusatukan dalam sebuah papan puzzle. Aku hanya ingin menyimpannya dalam salah satu folder dihatiku. Hingga, jika suatu saat nanti, ketika keretaku sudah berlalu jauh, aku masih bisa kembali belajar darinya. Atau setidaknya, mengulaskan sebingkai senyum ketika kembali mengingatinya. Aku ingin, setiap jenak perjalananku ini, meberiku pelajaran. Memberiku hikmah…

0 Comment:

Post a Comment

Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked