Refleksi Molekular

Hari ini belajar Biologi Molekuler paling menyenangkan yang pernah kujalani selama kuliah. Biologi molekuler sendiri adalah  sebuah ilmu yang sebenarnya cukup mutaakhir dan mempelajarinya juga tak kalah riweuhnya dengan aljabar dan algoritma serta pemograman. Hehe. Dan entah mengapa, setelah belajar biomol, kami selalu menyatakan bahwa ini adalah saatnya weekend. Hihi… Mungkin karena biomol adalah pelajaran yang cukup berat. Jadi setelah menyelesaikan sesuatu yang berat, kami menyebutnya weekend. Hee…

Belajar biomol (biologi molekuler) memanglah hal yang berat (karena ujung-ujungnya ntar ke terapi gen yang sedang popular banget di dunia medis), tapi kemudian menjadi sesuatu yang amat menarik serta menantang untuk dipelajari bagiku. Hal yang lebih menarik dari itu semua adalah karena dengan belajar biomol, kita bisa merasakan betapa Maha Agungnya Allah yang menciptakan diri kita dengan sebegitu luar biasanya. Dengan penciptaan yang maha sempurna. Belajar biomol kemudian juga mengantarkan kita pada penyadaran bahwa diri kita sebagai manusia benar-benar hanyalah makhluk dhaif yang memang amat sangat bergantung pada-Nya. Jadi, apakah yang patut manusia sombongkan—apalagi di hadapan Rabb-nya—jika diri kita ini sungguhlah amat-amat sangat kecil. Bahkan, tubuh kita saja jauh lebih cerdas dari pada diri kita. Ah, jikalah segala regulasi tubuh kita ini diatur oleh diri kita sendiri, maka aku YAKIN 100 % (bahkan jika boleh satu triliun persen) takkan ada manusia yang dapat bertahan hidup. Allahu akbar! Maha agung Allah yang menciptkan manusia dengan segenap penciptaan yang begitu sempurna. Tak ada sedikitpun kesalahan dalam penciptaan-Nya…

Ah, sungguh…
Betapa Maha Agungnya Allah…
Maka biarkanlah diri kita tersungkur seraya bersujud di hadapan-Nya, Rabb yang jiwa-jiwa kita di dalam genggaman-Nya…
Subhanallaahu…
Allahuakbar!


Aku tentu tak akan menjabarkan tentang pelajaran biologi molekuler itu di sini. Tapi, aku hanya sedang tergugu dengan penciptaan dan Maha Karya-Nya yang luar biasa ini. Siapa? Diri kita sendiri! Bahwa diri kitalah yang Allah pilih untuk tetap bertahan dalam kompetisi luar biasa. Sebab kita berkompetisi bukan hanya dengan 1 atau 2 lawan, bahkan bukan pula 1 juta lawan, melainkan hitungan triliyun! Dan kitalah pemenang itu! Pemenang atas triliyunan peserta kompetisi.

Lantas, ketika Allah telah memilih kita untuk hadir di dunia ini, kita dengan begitu mudahnya menyerah pada segala keadaan, pada segala ujian? Ah, di mana kita yang dulunya adalah pemenang itu?

Itulah sebabnya mengapa takdir Allah atas diri kita (setelah ikhtiar optimal yang kita lakukan) itu selalu indah. Sebab Allah lebih mengerti tentang kadar kesanggupan kita memikulnya, meskipun kita merasa kita tak pernah sanggup menanggung beban dan ujian-Nya. Dan takdir terindah bukan berarti senantiasa ekuivalen dengan segenap ingin-ingin kita saja. Terindah hanya ekuivalen dengan terbaik, meskipun hati kita tak menyenanginya. Sebab, kita terlalu dhaif untuk mengetahui kebaikan dan hikmah apa yang tengah Dia simpan untuk kita, ketika ingin-ingin kita tak berlaku. Sekali lagi, karena Dia, dan hanya Dia, yang lebih tau tentang apa yang terbaik bagi diri kita.

Hari ini, pelajaran biomol, memberikan sebuah refleksi bagi diriku. Sebuah kotempelasi yang membuatku kembali menyimak kisah-kisah lalu. Bukan berarti aku sedang ingin kembali ke masa lalu, dan tidak menggeletakkan masa lalu hanyalah pada titik masa lalu. Bukan demikian. Ini hanya sebuah refleksi dari segala masa lalu. Tentang ujian-Nya,tentang ingin-inginku yang ternyata tak bersesuaian dengan ingin-Nya. Dan tentang catatan asa yang tak pernah ada potret nyatanya. Dahulu, aku mengira, ini adalah hal berat. Ya, amat berat bagiku. Tapi tetap saja, bukan ingin-inginku yang berlaku, dan yang jelas BUKAN ITU YANG TERBAIK menurut ALLAH. Dan, masya Allah… ternyata ada banyak hikmah yang ia sertakan pada setiap ujian-Nya itu, yang baru kemudian aku tahu mengapa potret nyatanya adalah begini dan bukan begitu… Mungkin dahulu aku tak dapat melakukan pemindaian, mengapa tidak seperti ini, mengapa harus begitu. Tapi hari ini, aku jadi mengerti, mengapa jalan dan scenario seperti ini yang Dia tetapkan untukku…

Mari berjuang, karena stiap diri kita, sejatinya adalah PEMENANG.
Sekarang adalah perkara, apakah kita bisa tetap bertahan dengan posisi kemenangan, atau kemudian luruh menjadi pecundang…
Tetap semangat!

0 Comment:

Post a Comment

Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked